Pages

Wednesday, October 6, 2010

Gerakan Dakwah dan Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh

Acheh 
Muqaddimah
Dakwah yang bermakna ajakan, seruan, undangan atau panggilan[1] mempunyai peran penting dalam kesuksesan pelaksanaan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Tentunya apabila gerakan dakwah tersebut berjalan dengan lancar dan teratur rapi, karena setiap gerakan yang dijalankan dengan berencana akan mendapatkan hasil yang baik pula.
Keberhasilan perjuangan Ayatullah Ruhullah Khumaini di Iran menjadi salah satu contoh konkrit bahwa kemenangan itu berada di pihak yang bersahaja dan program kerja tersusun rapi.
Perubahan demi perubahan yang terjadi di barat juga diawali dengan rancangan dan penyusunan program kerja yang rapi dan muslihat serta berencana. Revolusi Perancis yang dirancang dan diperjuangkan oleh Reusseau, Voltaire dan Montesquieu yang pada awalnya dianggap sebuah impian oleh sebahagian manusia ternyata dapat mewujudkan sebuah kenyataan. Demikian juga revolusi komunis yang dirancang oleh Karl Max di Jerman dan Lenin di Uni Soviet serta gerakan Nazi yang masih tertinggal sisanya sampai hari ini semuanya diawali dengan perencanaan yang matang dan operasional yang serius dan bersahaja.[2] Berkenaan dengan keberhasilan program kerja, Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berucab: al baathilu binnizam yaghlibul haqqa bila nizam (kebatilan yang tersusun rapi dapat mengalahkan kebenaran yang berserakan).
Akan halnya pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh, kecil kemungkinan dapat berjalan dengan sempurna dan kaffah tanpa memiliki perencanaan serta taktik dan strategi yang jitu. Sebagai contoh konkrit; beberapa perjuangan bangsa Aceh yang hanya didominasi oleh rasa emosional belaka tanpa pengaturan dan perencanaan yang bersahaja dan taktik serta strategi yang jitu akhirnya mengalami kemandekan seperti kasus DI/TII dan GAM. Efeknya adalah masyarakat sudah banyak korban tetapi hasil yang diperoleh sama sekali tidak berimbang. Untuk itu perencanaan, pelaksanaan, pengontrolan dan evaluasi serta kesabaran harus selalu beriringan dan bergandengan menuju kesuksesan.
Untuk menjalankan dan memajukan Syari’at Islam[3] di Aceh, kita tidak dapat memisahkan antara gerakan dakwan dengan Syari’ah[4] itu sendiri. Ibarat sebuah mobil dengan pemandunya, tidak mungkin mobil itu dapat berjalan tanpa dipandu oleh sang sopir (pemandu). Dan tidak mungkin mobil itu akan cepat sampai ke tujuan apabila sopirnya tidak mahir memandu atau tidak serius dalam memandu. Demikian pula dengan implementasi Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, sulit dapat berjalan lancar dan kaffah tanpa ada pemacunya dari gerakan dakwah yang bersahaja, terencana, punya mekanisme, taktik dan strategi serta kesabaran juru dakwah yang memadai.

Selanjutnya : http://www.ummahonline.com/?p=1926

http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0115&pub=Utusan_Malaysia&sec=Luar_Negara&pg=lu_07.htm

No comments:

Post a Comment